Pendadaran Bagi Pandawa dan Kurawa : Kalah Terampil

Tinggi matahari sudah sampai sepenggal, para tamu undangan telah mengambil tempat masing-masing. Akhirnya saat yang ditunggu-tunggu tiba, pertama yang turun ke gelanggang adalah Kurawa yang dipimpin oleh Duryudana. satu per satu mereka memainkan senjata, ada yang memakai tombak, gada, panah dan aneka senjata yang lainnya. Adapula yang memanah dari atas kuda yang berlari dengan kencang, adapula yang memanah dari atas kereta kuda. Semua menunjukkan kemahirannya memainkan senjata dan para penonton bersorak memekakan telinga.

Setelah Kurawa selesai menempuh ujian kini tibalah giliran Pandawa. Raden Puntadewa memainkan panah dari atas kereta kencana. Ketangkasan Raden Puntadewa memainkan panah dipandu dengan keindahan cara membidik sasaran serta diiringi derap kaki empat ekor kuda yang menarik kereta.

Raden Bratasena bermain gada, satu, dua, tiga sampai sepuluh buah. Gada diayunkan dan dilempar tangan kanan kiri berkali-kali sehingga menimbulkan bunyi yang berdesingnyaring. Gada Rujakpolo yang berukuran besar diputar-putar begitu cepat, pantulan sinarnya yang mengkilat bagai sebuah halilintar yang menyambar-nyambar. Para penonton berdebar, tapi tetap kagum karena kemahiran sang sena memainkan gada.

Raden Nakula dan Sadewa si kembar itu bertanding mengolah tombak dan keris. Mereka masing-masing menampilkan keterampilan seolah-olah sedang terjadi perang sungguhan. Karena ketangkasan mereka berdua, maka tak ada seorang pun yang terluka.

Kemudian turunlah Raden Arjuna dengan keretanya yang ditarik dua ekor kuda mempertontonkan kemahirannya menggunakan panah. Kuda dipacu membawa kereta berlari kencang, sepuluh panah dilepas dengan cepatnya dan tepat mengenai jantung boneka sasaran. Maha Guru resi Drona berteriak kegirangan. "mahasiswaku Arjuna memang luar biasa tangkasnya, semua yang aku ajarkan dapat duterimanya dengan baik" ujarnya.

Sebentar kemudian Raden Arjuna melepaskan anak panah ke arah langit, anak panah itu lalu mengeluarkan cahaya warna-warni seperti kembang api. Setelah itu Raden Arjuna melakukan hal yang sama, namun kini yang keluar bukanlah kembang api, tapi air. Seketika gelanggang tempat adu ketangkasan itu hujan dan penonton makin bersorak gembira.

Prabu Duryudana yang menyaksikan peristiwa itu merasa sangat iri dan sakit hati. Dadanya terasa sangat sesak karena menahan rasa malu, mukanya menjadi merah karena marah. "Lebih baik perang sekarang saja, daripada menunggu waktu pecah baratayuda", ucapnya lirih.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel