Catatan Skripsiku : Bagian Awal

Skripsi menurut Wikipedia adalah  istilah yang digunakan di Indonesia untuk mengilustrasikan suatu karya tulis ilmiah berupa paparan tulisan hasil penelitian sarjana S1 yang membahas suatu permasalahan/fenomena dalam bidang ilmu tertentu dengan menggunakan kaidah-kaidah yang berlaku. Tapi buat aku skripsi adalah sebuah tugas akhir yang sangat menguras tenaga, pikiran, dan biaya tentunya. Karena dalam mengerjakan skripsi entah sudah berapa biaya yang aku habiskan entah untuk membeli kertas, tinta printer, buku referensi, dan sarana pendukung lainnya seperti kopi, rokok, soto ayam depan kos, mi telor di warung burjo dan lain sebagainya. Bisa diibaratkan, skripsi itu bagaikan menghadapi bos terakhir dalam sebuah game yang kita mainkan. tentunya bukan game semacam cooking academy apalagi tetris. Tapi alhamdulillah semua kesulitanku dalam mengerjakan skripsi sudah terbayar. Saat ini aku sudah lulus kuliah dan masih dalam tahap mencari pekerjaan.

Dalam mengerjakan skripsi pasti banyak sekali cobaan dan rintangan yang akan dihadapi. Dari rintangan kecil seperti kekurangan referensi sampai rasa  malas untuk mengerjakan skripsi, semua sudah pernah aku alami. Nah, untuk itu aku akan berbagi cerita dalam menyusun skripsi  ini.

Hari ini udara sangat cerah di Jogja, dari semalem aku nggak bisa tidur karena memikirkan tentang pengajuan judul skripsi. Akhirnya setelah ditunggu hampir 8 semester, hari itu datang juga. Aku kuliah di jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di sebuah universitas swasta di kota Jogja. Ternyata butuh waktu selama ini aku baru bisa ngambil mata kuliah skripsi ini. Aku berangkat ke kampus dengan semangat dan rasa optimis yang begitu dasyat. Dengan motor bebek bututku, aku menyusuri jalanan kampus yang ramai dengan mahasiswa-mahasiswi yang tengah berangkat menimba ilmu.

Setelah sampai di kampus, aku bertemu dengan kawanku Sidiq dan Tanto. Ternyata mereka sudah dari tadi menungguku. Yap, semalam kami sudah janjian buat ngajuin judul skripsi bareng.

"Tunggu apalagi, ayo kita masuk ke kantor. Formulir pengajuan skripsi udah diisi kan?" tanyaku dengan nada penuh semangat.

AKhirnya kami bertiga masuk kedalam kantor dan masuk ke dalam ruangan Kaprodi untuk menyerahkan formulir skripsi kami. Alhamdulillah, judul kami semua diterima dan kami disuruh untuk menghadap dosen pembimbing pertama untuk persiapan bimbingan. kebetulan dosen pembimbing pertama kami semua sama, karena kami sama-sama membuat penelitian tentang sastra.

Namun ketika aku akan memeasuki ruangan dosen pembimbing pertamaku, tiba-tiba saja ada yang memanggilku dari belakang.Yup, ternyata itu dosen waliku sendiri. Aku disuruh masuk ke ruangan beliau karena ada beberapa hal yang ingin beliau sampaikan kepadaku.

"Wahyu, kamu benar ingin mengajukan judul skripsi sekarang?" tanya dosen waliku.

"Iya, Bu." jawabku dengan sopan.

"Tapi, apa kamu yakin? Masalahnya, IPK kamu masih rendah ini. Nanti kamu susah nyari kerja kalau sudah lulus lho."

Mendengar hal tersebut, jantungku tiba-tiba berdetak keras. Benar juga apa yang dikatakan beliau, IPK ku saat itu masih 2,74. Ada beberapa mata kuliah yang belum aku ulang karena nilai yang jelek, namun aku malas rasanya untuk mengulangnya. Saat itu batinku mulai bertarung, apakah aku harus melanjutkan pengajuan judul skripsi ini dengan catatan IPK yang masih kurang, ataukah menundanya untuk sementara waktu dengan hasil akhir IPK yang lebih bagus.

Aku semakin bingung, saking bingungnya aku tak bisa menjawab pertanyaan dari dosen waliku ini. Namun, karena dosen waliku ini sangat baik dan perhatian, beliau menyarankan agar aku mengulang mata kuliah yang masih jelek nilainya untuk mendongktak IPK ku sampai ke 3,00. Akhirnya aku menuruti saran dosen waliku ini, dan pada hari itu aku membatalkan rencanaku untuk pengajuan judul skripsi di semester ini karena ada sebuah misi yang lebih penting, yaitu lulus dengan IPK minimal 3,00.

Aku tahu ini sangat mengecewakan, namun hidup adalah pilihan dan semua pilihan yang kita ambil pasti ada resikonya sendiri. Dan aku lebih memilih mengambil resiko ini, menunda skripsi dengan resiko lulus lebih lama daripada teman-teman lain seangkatan.

Hari itu, aku pulang ke kos dengan sedikit raut kecewa di wajahku. Aku nyalakan laptop, aku nyalakan televisi, dan aku mengangkat telepon dari handphoneku.

"Maaf, Bu. Skripsi ditunda sampai semester besok."


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel