Cerita Rakyat dari Yogyakarta: Ki Ageng Mangir

Pada zaman dahulu di Desa Mangiran, atau pada saat itu disebut juga dengan Kademangan Mangiran, ada seorang tokoh yang dikenal dengan nama Ki Ageng Mangir Wonoboyo. Tidak jauh dari wilayah itu ada seorang Raja besar yang bernama Panembahan Senopati yang berkuasa di Kota Gede Mataram.

Panembahan Senopati sudah melebarkan wilayah kekuasaannya ke daerah jawa Timur dan sebagian Jawa barat. namun sebuah Kademangan yang tidak jauh dari wilayahnya dengan terang-terangan menolak kebesaran Senopati seklaku Raja Mataram.

Ki Ageng Mangir menolak untuk tunduk kepada Panembahan Senopati dikarenakan desa mangiran, yang sekarang dikenal dengan kabupaten bantul, pada waktu itu adalah wilayah perdikan, yang artinya tanah merdeka. karena itu, layaklah jika Ki Ageng Mangir menolak memberikan upeti kepada Senopati.

Dikisahkan selanjutnya Ki Ageng mangir memiliki sebuah pisau, sederhana bentuknya, tidak terlalu besar ukurannya, mirip dengan sebuah pisau dapur. namun sesungguhnya, di dalam pisau tersebut terdapat sebuah kekuatan yang luar biasa. oleh karena itu, tatkala seorang warga desa yang berrnama Sarinem, dia seorang perempuan cantik dan masih perawan datang ke kademangan untuk meminjam pisau itu, Ki Ageng Mangir tidak segera memberikannya. Setelah Sarinem menjelaskan bahwa ia memerlukan pisau itu untuk menyiapkan upacara bersih desa, permintaan itu diluluskannya dengan catatan berhati-hati. Pisau tersebut tidak boleh diletakkan di pangkuan seorang perawan. Sarinem bersedia memenuhi syarat itu, dan segera meninggalkan kademangan setelah mendapatkan pisau yang diperlukan.

Seperti biasanya pada saat ada upacara bersih desa, semua warga datang dan berkumpul untuk memasak makanan dan menyiapkan pembungkus makanan itu, baik dari daun pisang maupun daun pohon jati. saat sibuk menyiapkan masakan, tanpa disengaja pisau sakti Ki Ageng Mangir diletakkan di pangkuan Sarinem dan seketika langsung lenyap. ternyata, secara gaib pisau itu masuk ke dalam perut sarinem.

mengetahui hal tersebut, sarinem sangat ketakutan. Yang dibayangkan tak lain adalah Ki Ageng Mangir pasti sangat marah. perlahan wajah Sarinem mulai pucat dan akhirnya pingsan. Para warga didekatnya lalu menolongnya. Tatkala Ki Tali Wangsa, ayah Sarinem mengetahui peristiwa tersebut lalu melapor kepada Ki Ageng Mangir. mendengar hal tersebut, Ki Ageng Mangir hanya tersenyum. Ki Ageng Mangir lalu berjanji kepada Ki Tali Wangsa untuk segera mengatasi masalah tersebut dengan cara mengambil Sarinem sebagai istri. Karena kekuatan pisau sakti Ki Ageng Mangir mampu menjadikan perempuan perawan menjadi punya anak kalau pisau tersebut diletakkan di pangkuan seorang perawan.

Beberapa hari setelah upacara pernikahan merea usai, Ki Ageng Mangir memutuskan untuk bertapa. Ki Jagabaya diutus sebagai penanggung jawab keamanan kademangan dan diangkat untuk menjadi peengganti Ki Ageng Mangir untuk sementara. Ki Tali Wangsa, Ki Jaran Tirta, dan beberapa orang lain diminta untuk tinggal di kademangan selama Ki Ageng Mangir bertapa.

9 bulan berselang semenjak peristiwa aneh itu terjadi, tibalah Sarinem untuk melahirkan. Pada saat itu di langit bulan bulat, di tengah keheningan malam tiba-tiba terdengar suara gemuruh. Bayi yang dikandung sarinem lahir. Namun bayi itu berwujud seekor naga. Seluruh desa terhenyak, para penduduk was-was. terlihat Ki Tali Wangs aterpukul emngetahui cucunya seekor naga.Namun Sarinem tetap tenag-tenagn saja. Dengan kasih sayang naga itu diciumi dan dibelailayaknya seorang ibu menyayangi anaknya.

Pada suatu malam Sarinem tampak bersedih. ketika naga itu menanyakan kenapa ibunya bersedih. Dijawabnya bahwa ia sudah sangat rindau kepada suaminya, Ki Ageng Mangir. sarinem lalu menceritakan kepada adanknya mengenai sosok ayahnya itu. Selesai bercerita, si naga mengajukan usul untuk mencari ayahnya yangs edang bertapa. Sebagai anak, dia juga ingin sekali menghaturkan sembah dan bukti kepada ayahnya.

Sarinem tidak setuju, namun si naga terus saja merengek. Akhirnya permintaan itu dituruti oleh Sarimen.Hanya saja si naga harus mempunyai nama sebelum pergi dalam perjalanan itu. lau Sarinem memberi nama si naga dengan nama Baru Klinting. Baru Klinting memulai perjalannya berangkat dari Kademangan Mangiran menuju Kali Progo. begitu tiba di pinggir kali, Baru Klinting segera menceburkan dirinya ke dalam sungai. Seketika itu juga, ia berubah menjadi seekor naga raksasa, matanya lebar, dengan tubuhnya yang bersisik emas, tarinngnya juga sangat tajam dan mempunyai sepasang tanduk yang sangat runcing.

Baru Klinting yang baru berubah itu mengeluarkan suara yang amat mengerikan. penduduk banyak yang bertanya-tanya, suara apa gerangan hingga mampu mengguncangka pepohonan dan membuat atap rumah dari rumbai berderak-derak. Dalam waktu singkat, Baru Klinting yang mudah lapar itu baru saja menelan dua orang tukang perahu yang biasa menjual jasa kepada mereka yang ingin menyebrang ke Kali Progo.

Cerita mengenai Baru Klinting dengan cepat beredar luas. kecemasan mebghantui seluruh penduduk. Ki Ageng Mangir pun mendengar kabar tersebut dan sudah menduga bahwa naga baru Klinting pastilah bayi yang dikandung oleh sarinem. Baru Klinting adalah perubahan bentuk pisau dapur yang semula sederhana dan masuk ke dalam perut Sarinem.

Baru Klinting terus saja membuat ulah, tidak hanya mengacau tetapi dia juga membunuh dan memakan manusia.Terbayang di benak Ki Ageng mangir, jika dia tidak segera bertindak, pasti pasukan Mataram bahkan Pajang akan datang menggempur puteranya itu. Selain itu dia juga akan ditangkap dan diadili karena diduga sebagai gembongnya perusuh dan membuat rakyat sengsara.

Lalu pada suatu malam, Ki Ageng Mangir keluar dari tempat pertapannya di lereng gunung Merapi, berjalan ke arah selatan mengikuti aliran Kali Progo hingga akhirrnya Ki Ageng mangir dipertemukan dengan Baru Klinting. Baru Klinting kaget menghadapi manusia ini, yang tidak lain adalah ayahnya, Ki Ageng mangir. penampilannya luar biasa, pembawaannya tenag, tutur katanya sederhana dan sopan, namun mempunyai wibawa yang luar biasa. Baru Klinting pun lalu bersujud dan berharap dia diakui sebagai anak.

Akan tetapi Ki Ageng Mangir tidak bisa menerimanya, karena Baru Klinting sudah membuat malapetakan di berbagai tempat. Namun Ki Ageng Mangir memberikan syarat kepada Baru Klinting kalau dia mau diangkat sebagai anak. Syarat itu adalah jika panjang tubuh Baru Klinting mampu mengelilingi perut gunung Merapi, barulah sujudnya diterima.

Baru Klintinng lalu menyanggupi syarat tersebut. Namun, perut gunung Merapi sangatlah besar sehingga memaksa Baru Klintimg untuk merenggangkan badannya begitu kuat agar ekor dan moncongnya dapat bersentuhan. Ketika tinggal satu meter usaha tersebut hampr saja tercapai, Baru Kinting mulai putus asa. Jia ia terus saja memaksakan rentangannya, tubuhnya akan putus.Hal itu menjadikan Baru Klinting menjulurkan lidahnya tanpa diketahui oleh Ki Ageng mangir. Namun Ki Ageng mangir mengetahui hal itu dan dengan kuat menghantamkan tangannya ke lidah naga Bru Klinting hingga dia berteriak kesakitan. Akibat pukulan itu, lidah Baru Klinting putus dan berubah menjadi mata tombak.kepala, tubuh, dan ekor Baru Klinting berubah menjadi sebatang kayu. Ki Ageng Mangir lalu memungut mata tombak dan sebatang kayu tadi untuk segera dipasangkan menjadi sebuah senjata tombak yang ampuh dengan nama tombak Baru Klinting.

Dalam perjalanan pulang ke Kademangan, Ki Ageng Mangir mendapat bisikan gaib, "Aku akan setia mengabdi kepadamu," begitu bunyi bisikan gaib itu. Tombak itu menjadi senjata ampuh Ki Ageng mangir, terbukti kemudian, walauPanembahan Senopati mempunyai tombak Kiai Plered yang ampuh, namun ia tak mampu menaklukkan daerah Mangir yang dianggap mbalela.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel