Bullying #2 : Pembalasan, Luka, dan penyesalan

Saat aku sudah masuk di kelas 2 dan aku merasa sangat bebas dan lepas. Yah, bebas dari sebuah kelas neraka yang amat menyakitkan.Seperti de ja vu aku kembali duduk di kelas F, lebih tepatnya 2F saat itu dan aku berharap di kelas yang baru ini dapat membuatku nyaman dan memberiku banyak teman dan sahabat yang baik.

 Dalam diri ini masih tersimpan luka, sebuah luka yang tidak bisa semua orang melihatnya. Namun bagi yang bisa melihat, luka yang aku alami ini sangat parah dan sangat lebar. Sesekali aku obati rasa sakit ini dengan berkumpul dengan kawan baru di kelas yang juga baru. Luka yang amat pedih ini adalah sebuah trauma. Trauma saat aku berada di kelas neraka dulu, trauma saat aku dibully, dicaci, dan tak jarang aku dijahili teman-temanku sendiri pada saat jam pelajaran. Walau sudah kenangan, namun luka itu akan selalu melekat dalam tubuhku hingga saat ini.

Di kelas baru ini, aku menemukan tokoh-tokoh baru pemeran dalam kehidupan yang aku jalani. Tokoh yang berbeda dari sebelumnya. Di sini aku menemukan sebuah teman yang seperti keluarga, sangat kompak dan humoris. Aku masih tetap di kelas F, tepatnya 2F. Ini adalah kelas yang tidak pernah terlupakan, bahkan sampai sekarang kelas ini menjadi sebuah kelas yang cukup melegenda di kehidupanku.  Dengan satu bendera kelas 2F kami menjadi salahs atu komunitas kelas paling kompak kala itu.

Perkenalanku dengan sepeda motor  membuat aku lupa segalanya, aku tidak dapat mengendalikan diri sehingga kadang ada gesekan dengan orang tua, terutama Ibu. Aku selalu pulang sore, bahkan terkadang pulang malam karena asyik berkumpul dengan teman-temanku. Sampai pada suatu hari aku disadarkan oleh Tuhan. Pada tanggal 26 Desember, aku mengalami kecelakaan sepeda motor. Aku masih ingat sampai sekarang, saat itu pas hari minggu dan kejadiannya hampir bersamaan dengan bencana Tsunami di Aceh.


Hampir 9 hari aku dirawat di rumah sakit karena luka yang lumayan parah. Saat itu aku sadar, Ibu yang selama ini selalu berlawanan pikiran dan pendapat denganku ternyata sangat sayang dan sedih ketika aku terbaring di rumah sakit. Ibuku selalu menemani aku dari pagi hingga malam di rumah sakit. Hanya terkadang beliau harus pulang karena urusan pekerjaan. Aku hanya dapat menangis dan menyesali semuanya, rasa sakit di sekujur  tubuh masih kalah dengan rasa sesal yang teramat dalam ini. Dari situ aku sadar bahwa sikapku selama ini salah, aku sudah kebablasan dalam pergaulan. Pada saat itu juga aku berjanji tidak akan mengulangi perbuatanku ini, dan aku juga berjanji akan lebih patuh kepada orang tua.

Ini kisahku di kelas dua, kisah yang mengajarkan aku banyak arti tentang persahabatan dan  tentunya keluarga.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel