Cerita Rakyat Maluku: Pesan terakhir Seorang Ibu
Thursday, April 9, 2015
Edit
Kisah ini bermula di daerah maluku Utara, tepatnya di daerah Tobelo. Beratus tahun yang lalu di suatu rumah yang berdindingkan daun rumbia hiduplah satu keluarga. Sang ayah adalah seorang nelayan yang siang dan malamnya hidup di tengah lautan, mempertaruhkan nyawa demi untuk menghidupi anak dan istrinya.
Sang ibu adalah seorang wanita setia dan sangat bijaksana. Dia juga mempunyai wajah yang cantik mereka memiliki dua orang anak. Anak yang sulung perempuan dan bernama O Bia Moluku. Kecantikannya melebihi ibunya. Sedangkan adiknya laki-laki bernama O Bia Mokara. Ia tampan dan gagah seperti ayahnya.
Pada suatu hari ayah mereka pergi melaut dan seperti biasa sebelum ayahnya bertolak ke laut, tak lupa ditinggalkannya makanan dan telur ikan pepayana di rumahnya.
Beberapa hari setelah kepergian ayahnya melaut, ibunya pergi ke kebun. Sebelum ibunya pergi ke kebun ia berpesan kepada anak-anaknya. "Hai anak-anakku, jangan kamu makan telur ikan yang ditinggalkan ayahmu ini. Apabila kamu memakannya, maka akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan."
Ibunya berkata dengan sungguh-sungguh, tetapi mereka berdua hanya tertawa saja. Setelah ibunya selesai memberi nasihat makan pergilah ibunya ke kebun.
Tiga jam berlalu, adiknya O Bia Mokara, merasa lapar. Dimintanya makanan dan telur ikan. kakaknya, O Bia Moluku tak memberikan permintaan adinya. Adinya menangis tersedu-sedu tetapi O Bia Moluku tetap tidak memberikan telur ikan itu. Makin lama, tangisan O Bia Mokara makin keras. Akhirnya O Bia Moluku tak tega, dan memberikan dia telur ikan tadi untuk dimakan.
Sambil tertawa senang adiknya memakan telur ikan tadi dengan lahapnya. Setelah kenyang, beberapa sisa telur itu melekat pada giginya. Tak lama Ibunya pulang dari kebun membawa singkong, pepaya, dan sayuran. Setelah selesai membersihkan badannya, ibunya lalu menggendong O Bia Mokara dan menyusukannya.
Setelah itu, ibunya menari sambil bernyanyi sambil menggendong O Bia Mokara yang tertawa gembira karena sangat senang berada dalam pelukan ibunya itu.
Namun, tiba-tiba ayunan mesra ibunya dikejutkan dengan terlihatnya sisa telur ikan yang melekat pada gigi O Bia Mokara. Suasana sukacita berubah menjadi keheningan yang mendalam. Ibunya tertegun sebentar, sekujur tubuhnya menjadi dingin dan gemetaran. Dia marah sekali pada kedua anaknya. Amarah ibunya tidak dapat ditekan lagi. Ia melepaskan O Bia Mokara dan segera berlari ke pesisir sungai. Kedua anaknya lalu mengejar ibunya yang lari ke pesisir sungai tanpa alasan itu.
"Mama, mama, O Bia Mokara menangis terus, Mama," O Bia Moluku terus berteriak memanggil ibunya sambil menggendong adinya, O Bia Mokara.
Namun, panggilan itu hanya dijawab oleh ibunya. "Peras saja daun katang-katang, ada air susunya!"
Setelah tiga kali O Bia Moluku memberikan air susu dari daun katang-katang pada adiknya, ibunya pun menerjunkan diri ke laut.
Sementara menyelam ia menemukan sebuah batu yang timbul di permukaan air. Naiklah ibunya ke atas batu itu dan berkata, "Terbukalah agar aku bisa masuk."
Batu itu terbuka, lalu ibunya masuk ke dalam batu itu dan berteriak, "Tutuplah!", maka batu itu pun tertutup selamanya tanpa bekas.
Sang ibu adalah seorang wanita setia dan sangat bijaksana. Dia juga mempunyai wajah yang cantik mereka memiliki dua orang anak. Anak yang sulung perempuan dan bernama O Bia Moluku. Kecantikannya melebihi ibunya. Sedangkan adiknya laki-laki bernama O Bia Mokara. Ia tampan dan gagah seperti ayahnya.
Pada suatu hari ayah mereka pergi melaut dan seperti biasa sebelum ayahnya bertolak ke laut, tak lupa ditinggalkannya makanan dan telur ikan pepayana di rumahnya.
Beberapa hari setelah kepergian ayahnya melaut, ibunya pergi ke kebun. Sebelum ibunya pergi ke kebun ia berpesan kepada anak-anaknya. "Hai anak-anakku, jangan kamu makan telur ikan yang ditinggalkan ayahmu ini. Apabila kamu memakannya, maka akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan."
Ibunya berkata dengan sungguh-sungguh, tetapi mereka berdua hanya tertawa saja. Setelah ibunya selesai memberi nasihat makan pergilah ibunya ke kebun.
Tiga jam berlalu, adiknya O Bia Mokara, merasa lapar. Dimintanya makanan dan telur ikan. kakaknya, O Bia Moluku tak memberikan permintaan adinya. Adinya menangis tersedu-sedu tetapi O Bia Moluku tetap tidak memberikan telur ikan itu. Makin lama, tangisan O Bia Mokara makin keras. Akhirnya O Bia Moluku tak tega, dan memberikan dia telur ikan tadi untuk dimakan.
Sambil tertawa senang adiknya memakan telur ikan tadi dengan lahapnya. Setelah kenyang, beberapa sisa telur itu melekat pada giginya. Tak lama Ibunya pulang dari kebun membawa singkong, pepaya, dan sayuran. Setelah selesai membersihkan badannya, ibunya lalu menggendong O Bia Mokara dan menyusukannya.
Setelah itu, ibunya menari sambil bernyanyi sambil menggendong O Bia Mokara yang tertawa gembira karena sangat senang berada dalam pelukan ibunya itu.
Namun, tiba-tiba ayunan mesra ibunya dikejutkan dengan terlihatnya sisa telur ikan yang melekat pada gigi O Bia Mokara. Suasana sukacita berubah menjadi keheningan yang mendalam. Ibunya tertegun sebentar, sekujur tubuhnya menjadi dingin dan gemetaran. Dia marah sekali pada kedua anaknya. Amarah ibunya tidak dapat ditekan lagi. Ia melepaskan O Bia Mokara dan segera berlari ke pesisir sungai. Kedua anaknya lalu mengejar ibunya yang lari ke pesisir sungai tanpa alasan itu.
"Mama, mama, O Bia Mokara menangis terus, Mama," O Bia Moluku terus berteriak memanggil ibunya sambil menggendong adinya, O Bia Mokara.
Namun, panggilan itu hanya dijawab oleh ibunya. "Peras saja daun katang-katang, ada air susunya!"
Setelah tiga kali O Bia Moluku memberikan air susu dari daun katang-katang pada adiknya, ibunya pun menerjunkan diri ke laut.
Sementara menyelam ia menemukan sebuah batu yang timbul di permukaan air. Naiklah ibunya ke atas batu itu dan berkata, "Terbukalah agar aku bisa masuk."
Batu itu terbuka, lalu ibunya masuk ke dalam batu itu dan berteriak, "Tutuplah!", maka batu itu pun tertutup selamanya tanpa bekas.