Thanks, Aimere
Thursday, October 1, 2015
Edit
Aimere, kau mengajarkan aku banyak hal di sini. Banyak
pelajaran yang kau berikan. Malam ini dan di ruangan ini, aku ingin bercerita banyak
hal tentangmu Aimere. Ketika pertama kali aku menginjakkan kaki di tanahmu,
jujur, aku hanya berfikir apakah aku sanggup berada di sini dan mengemban tugas
selama satu tahun ke depan? Apakah Aku dapat bertahan hidup dengan keterbatasan
di sini? Dan apakah Aku bisa betah jauh dari orang tua? Ada banyak
sekali pertanyaan-pertanyaan yang menggantung di kepalaku, namun Aku tidak bisa
menemukan jawaban yang pasti.
Satu minggu berlalu, dan aku masih belum mengerti
tentang dirimu Aimere. Layaknya sepasang kekasih yang baru pacaran, Aku hanya
bisa meraba-raba dan berusaha untuk lebih mengerti dan memahamimu. Sekarang,
tidak terasa Aku sudah satu bulan berada di tanahmu. Ada berbagai
pengalaman-pengalaman hidup yang kau ajarkan kepadaku. Lewat alam, lewat
kehidupan bermasyarakat, lewat kehidupan berkeluarga, sedikit demi sedikit Aku
sudah bisa merasakan hidup di sini walaupun Aku sendiri masih merasa sangat
rindu kepada kampung halamanku, Purbalingga.
Masih teringat jelas di kepalaku saat dulu Aku
berada di rumah dengan segala ketercukupan yang ada, Aku seakan-akan
menyia-nyiakannya. Di rumah, air sangat melimpah sampai Aku sendiri tidak
pernah kekurangan air bersih. Namun Aku selalu menyia-nyiakan air di rumah. Aku
jarang mandi di rumah dengan berbagai alasan, mencuci pakaian kalau lagi ingin,
aku selalu membuang air untuk keperluan yang tidak terlalu penting, dan banyak
hal lain yang Aku rasa seperti tidak ada rasa bersyukur. Ketika aku berada di
tanahmu, air begitu sulit di dapat, Aku harus menunggu 2-4 hari sampai air
keluar dari selang kecil yang langsung mengarah ke bak penampungan besar di
rumah singgahku, dan habis itu air akan mati lagi sampai 2-4 hari kemudian,
begitu seterusnya.
Hari ini, Aku sudah dua hari tidak mandi karena
persediaan air di bak penampunganku tinggal sedikit, mungkin kalau dipakai untuk
mandi 4 orang tidak akan cukup. Aku hanya bisa menerawang ke belakang,
pikiranku jauh melayang ke dalam rumahku di pulau Jawa. Dua hari tidak mandi di
sini tentu saja sangat berbeda ketika Aku tidak mandi seperti tempo hari di
rumah, dan Aku rasa bersyukur adalah satu-satunya cara terbaik bagiku untuk
lebih menghargai kenikmatan-kenikmatan yang diberikan oleh Tuhan kepadaku.
Ketika hubungan dengan keluarga juga misalnya, di rumah Aku sangat jarang menyentuh sapu untuk sekedar membersihkan halaman depan ataupun halaman belakang rumah. Semua kegiatan praktis hanya dilakukan oleh Ibu ataupun SiMbah. Ketika orangtua sedang membersihkan rumah, Aku hanya bisa tiduran dan malas-malasan di depan televisi ataupun sibuk dengan main game di laptopku. Namun sekali lagi Aimere, kau mengajarkan Aku tentang arti sebuah perjuangan yang dilakukan orangtuaku. Aku di sini “dipaksa” untuk bisa dalam segala hal yang berhubungan dengan kehidupan berkeluarga.
Selama hidup di tanahmu dalam sebulan ini, Aku
dituntut harus bisa menyembelih ayam, memperbaiki kompor minyak, memasang
lampu, dan banyak hal lainnya yang tidak pernah aku lakukan di rumah. Sulit
awalnya, namun pembelajaran adalah sebuah proses yang akan membuat kita menjadi
lebih baik.
Aimere, malam ini sampai satu tahin ke depan semoga
alammu terus bersahabat denganku. Buat Aku nyaman berada di tanahmu. Tanah
gersang dan berdebu Aimere, buatlah tiap jengkal tanahmu menjadi sebuah kenangan
manis yang akan Aku bawa sebagai oleh-oleh ketika besok Aku pulang di Jawa.
Aimere, terimakasih atas pembelajaran yang kau berikan kepadaku, semoga ilmu
yang aku dapat darimu, bisa berguna untukku kelak dalam kehidupan keluarga dan
bermasyarakat.
Aimere, 1 Oktober 2015.
Di kamar berdebu