Diskusi Bersama, Sebagai Media untuk Pembelajaran Agar Lebih Dekat dengan Siswa
Sunday, March 20, 2016
Edit
Tidak bisa dipungkiri, karakter siswa yang beragam
membuat sebagian guru sulit untuk menentukan media pembelajaran apa yang cocok
diterapkan di dalam kelas. Namu, guru dituntut harus dapat menguasai kelas
dengan baik agar kegiatan pembelajaran bisa berlangsung dengan lancar dan
tertib. Seperti menuangkan air ke dalam gelas, guru harus bisa mentransferkan
ilmu yang didapat ke dalam diri siswa-siswanya. Tapi, tidak mudah jika yang
terjadi adalah ketika kita mengajar di daerah terpencil dengan banyak keterbatasan
baik di sarana pembelajaran maupun kondisi siswa itu sendiri.
Guru harus jeli melihat peluang dan yang terpenting
adalah, harus kreatif menentukan media pembelajaran apa yang cocok dengan
mereka. Seperti pengalaman saya ketika mengajar di salah satu SMP Negeri di
daerah Aimere, Nusa Tenggara Timur. Karakter siswa di sini cenderung aktif di
kelas, namun karena sarana pembelajaran yang kurang memadai akhirnya mereka
melampiaskan ke-aktifan mereka di dalam kelas pada saat guru mencoba menerangkan
materi pembelajaran. Dan yang terjadi kemudian bisa ditebak, mereka terkadang
ribut sendiri dan jarang mendengarkan guru saat menerangkan materi pembelajaan.
Jangankan untuk sekedar mendengarkan, ketika mereka harus mencatat materi
pembelajaran guru harus memaksa agar mereka terus mencatat apa yang guru
sampakan di dalam kelas.
Seperti memukul air, teguran dari guru hanya
bersifat sementara dan setelah itu, mereka akan memulai kegaduhan dan keributan
baru di dalam kelas. Maka tak jarang saya temui sebagian besar guru di sini “menghukum”
siswanya dengan sangat keras. Akan tetapi, sekali lagi hukuman tersebut hanya
bersifat sementara dan siswa akan mengulanginya di lain waktu seperti tak
pernah jera.
Saya selalu menganut bahwa pembelajaran harus
disampaikan secara ceria dan terbuka untuk menghindari siswa jenuh di dalam
kelas. Namun, pembelajaran ini justru dikritik walaupun tidak secara langsung
oleh beberapa guru karena kelas dianggap ramai dan gaduh. Tapi menurut siswa
boleh saja ramai dan gaduh di dalam kelas asalkan bersifat positif dan
mendukung proses pembelajaran. Hal tersebut bisa saya maklumi karena proses
pembelajaran di sini masih menggunakan model “Teacher Centered”. Jadi secara kasarnya,
guru masih dianggap sebagai dewa yang serba tahu dan siswa harus mendengarkan
segala perintahnya. Yang terjadi adalah siswa akan jenuh dan cenderung tidak
mendengarkan. Walaupun secara kasat mata mereka tenang, namun yang tertinggal
di dalam kelas hanyanlah raganya saja dan pikirannya jauh entah kemana.
Pendekatan pembelajaran model teacher center dimana
proses pembelajaran hanya berpusat pada guru hanya akan membuat guru semakin
cerdas tetapi siswa hanya memiliki pengalaman mendengarkan materi saja. Out put
model pembelajaran seperti ini hanya akan menghasilkan siswa yang kurang mampu
mengapresiasi ilmu pengetahuan , takut berpendapat, dan tidak berani mencoba
yang pada akhirnya siswa cenderung menjadi pelajar yang pasif dan miskin
kreativitas.
Untuk itu satu kesempatan mengajar saya mencoba
untuk menggunakan model diskusi bersama siswa dengan tujuan agar siswa bisa lebih
mengeksplore kemampuan yang ia punya dan yang terpenting adalah siswa bisa
mencerna materi pembelajaran secara baik dan tidak cepat merasa jenuh. Saya selalu berfikir bahwa mendekatkan diri kepada siswa
adalah hal yang sangat penting dan itu sangat dbutuhkan oleh seorang guru
karena bisa memacu siswa agar lebih berani untuk berpendapat dan pada akhirnya
bisa membantu siswa untuk lebih terbuka.
Dengan diskusi bersama siswa kita dapat mengetahui
permasalahan-permasalahan apa yang muncul dan harus dihadapi para siswa. Pada
awalnya mereka akan malu, namun dengan arahan yang tepat akhirnya berlahan
mereka mulai terbuka dan berani untuk berpendapat tentang permasalahan yang
mereka hadapi.
Ada banyak sekali
model-model pembelajaran bagi siswa dan guru harus pintar-pintar memilah metode
mana yang pas dan cocok untuk siswa-siswanya, karena guru adalah orang yang paling
tahu tentang kondisi siswanya di dalam kelas. Keterbatasan tak akan membuat
guru misikin krativitas, namun keterbatasan itulah yang akan memacu guru agar
lebih kreatif dalam membentuk siswa menjadi lebih baik.