Diskusi Bersama, Sebagai Media untuk Pembelajaran Agar Lebih Dekat dengan Siswa


Tidak bisa dipungkiri, karakter siswa yang beragam membuat sebagian guru sulit untuk menentukan media pembelajaran apa yang cocok diterapkan di dalam kelas. Namu, guru dituntut harus dapat menguasai kelas dengan baik agar kegiatan pembelajaran bisa berlangsung dengan lancar dan tertib. Seperti menuangkan air ke dalam gelas, guru harus bisa mentransferkan ilmu yang didapat ke dalam diri siswa-siswanya. Tapi, tidak mudah jika yang terjadi adalah ketika kita mengajar di daerah terpencil dengan banyak keterbatasan baik di sarana pembelajaran maupun kondisi siswa itu sendiri.

Guru harus jeli melihat peluang dan yang terpenting adalah, harus kreatif menentukan media pembelajaran apa yang cocok dengan mereka. Seperti pengalaman saya ketika mengajar di salah satu SMP Negeri di daerah Aimere, Nusa Tenggara Timur. Karakter siswa di sini cenderung aktif di kelas, namun karena sarana pembelajaran yang kurang memadai akhirnya mereka melampiaskan ke-aktifan mereka di dalam kelas pada saat guru mencoba menerangkan materi pembelajaran. Dan yang terjadi kemudian bisa ditebak, mereka terkadang ribut sendiri dan jarang mendengarkan guru saat menerangkan materi pembelajaan. Jangankan untuk sekedar mendengarkan, ketika mereka harus mencatat materi pembelajaran guru harus memaksa agar mereka terus mencatat apa yang guru sampakan di dalam kelas.
Seperti memukul air, teguran dari guru hanya bersifat sementara dan setelah itu, mereka akan memulai kegaduhan dan keributan baru di dalam kelas. Maka tak jarang saya temui sebagian besar guru di sini “menghukum” siswanya dengan sangat keras. Akan tetapi, sekali lagi hukuman tersebut hanya bersifat sementara dan siswa akan mengulanginya di lain waktu seperti tak pernah jera.

Saya selalu menganut bahwa pembelajaran harus disampaikan secara ceria dan terbuka untuk menghindari siswa jenuh di dalam kelas. Namun, pembelajaran ini justru dikritik walaupun tidak secara langsung oleh beberapa guru karena kelas dianggap ramai dan gaduh. Tapi menurut siswa boleh saja ramai dan gaduh di dalam kelas asalkan bersifat positif dan mendukung proses pembelajaran. Hal tersebut bisa saya maklumi karena proses pembelajaran di sini masih menggunakan model “Teacher Centered”. Jadi secara kasarnya, guru masih dianggap sebagai dewa yang serba tahu dan siswa harus mendengarkan segala perintahnya. Yang terjadi adalah siswa akan jenuh dan cenderung tidak mendengarkan. Walaupun secara kasat mata mereka tenang, namun yang tertinggal di dalam kelas hanyanlah raganya saja dan pikirannya jauh entah kemana.
Pendekatan pembelajaran model teacher center dimana proses pembelajaran hanya berpusat pada guru hanya akan membuat guru semakin cerdas tetapi siswa hanya memiliki pengalaman mendengarkan materi saja. Out put model pembelajaran seperti ini hanya akan menghasilkan siswa yang kurang mampu mengapresiasi ilmu pengetahuan , takut berpendapat, dan tidak berani mencoba yang pada akhirnya siswa cenderung menjadi pelajar yang pasif dan miskin kreativitas.

Untuk itu satu kesempatan mengajar saya mencoba untuk menggunakan model diskusi bersama siswa dengan tujuan agar siswa bisa lebih mengeksplore kemampuan yang ia punya dan yang terpenting adalah siswa bisa mencerna materi pembelajaran secara baik dan tidak cepat merasa jenuh. Saya selalu  berfikir bahwa mendekatkan diri kepada siswa adalah hal yang sangat penting dan itu sangat dbutuhkan oleh seorang guru karena bisa memacu siswa agar lebih berani untuk berpendapat dan pada akhirnya bisa membantu siswa untuk lebih terbuka.

Dengan diskusi bersama siswa kita dapat mengetahui permasalahan-permasalahan apa yang muncul dan harus dihadapi para siswa. Pada awalnya mereka akan malu, namun dengan arahan yang tepat akhirnya berlahan mereka mulai terbuka dan berani untuk berpendapat tentang permasalahan yang mereka hadapi.
Ada banyak sekali model-model pembelajaran bagi siswa dan guru harus pintar-pintar memilah metode mana yang pas dan cocok untuk siswa-siswanya, karena guru adalah orang yang paling tahu tentang kondisi siswanya di dalam kelas. Keterbatasan tak akan membuat guru misikin krativitas, namun keterbatasan itulah yang akan memacu guru agar lebih kreatif dalam membentuk siswa menjadi lebih baik.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel