Jelajah Flores: Waerebo, Sebuah Kampung Adat nan Eksotis
Thursday, April 28, 2016
Edit
Kampung Waerebo. Foto: Yogo Pratomo
Kali ini, saya dan rombongan pengajar muda SM-3T berkesempatan untuk menikmati pesona keindahan Waerebo. Waerebo adalah sebuah kampung adat yang terpencil dan dikelilingi oleh pegunungan yang terletak di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Perjalanan ini saya mulai dari Bajawa menggunakan truk muatan yang dimodifikasi menjadi kendaraan penumpang atau di sini lebih dikenal dengan sebutan otto kayu.
Di
Flores, otto kayu ini sering
digunakan untuk mengangkut penumpang, ternak, dan hasil pertanian dari
desa-desa terpencil ke kota maupun sebaliknya. Ini adalah kali pertama
saya naik otto kayu, rasanya penuh dengan sensasi. Saya sengaja duduk di bagian
paling belakang karena dengan duduk di sini saya akan dengan mudah merasakan
sensasi perjalanan yang luar biasa ketika menumpang kendaraan ini.
Saya
duduk di pintu bak truk yang sengaja dibuka dengan kemiringan 45 drajat agar
bisa digunakan untuk tempat duduk. Rasanya memang sesuai dengan yang saya
bayangkan. Saya bisa merasakan asyiknya menikmati sebuah perjalanan, ditambah
lagi dengan pemandangan alam yang disuguhkan di bumi Flores ini menambah
keyakinanku bahwa alam dan seisinya adalah hadiah dari Tuhan yang haurs kita
jaga kelestariannya. Walaupun pantat terasa agak pegal karena terlalu lama
duduk di kayu, namun asyiknya naik otto kayu tak kalah serunya kalau
dibandngkan menaiki dokar atau delman di Yogyakarta.
Otto Truk. Foto: Yogo Pratomo
Tujuan pertama kami adalah Kota Ruteng yang terletak di Manggarai Tengah, Nusa Tenggara Timur. Perjalanan dari Bajawa-Ruteng menggunakan otto kayu memakan waktu sekitar 5 jam, lebih lambat daripada kita naik mobil travel. Namun itu tidak menjadi soal karena yang saya butuhkan dalam sebuah perjalanan adalah bisa menikmati dan meghayat arti dari sebuah perjalanan itu sendiri.
Tujuan pertama kami adalah Kota Ruteng yang terletak di Manggarai Tengah, Nusa Tenggara Timur. Perjalanan dari Bajawa-Ruteng menggunakan otto kayu memakan waktu sekitar 5 jam, lebih lambat daripada kita naik mobil travel. Namun itu tidak menjadi soal karena yang saya butuhkan dalam sebuah perjalanan adalah bisa menikmati dan meghayat arti dari sebuah perjalanan itu sendiri.
Hujan
rintik-rintik ketika rombongan kami memasuki kota Ruteng, karena waktu sudah
sore dan ditambah dengan cuaca yang kurang mendukung, akhirnya kami memutuskan
untuk menginap satu malam di Ruteng. Kami menginap di basecamp pengajar SM-3T yang
ada di Ruteng.
Pagi
hari Kota Ruteng tampak senyap karena kebetulan saat itu bertepatan dengan
perayaan Paskah. Niatku untuk membeli beberapa perlengkapan dan keperluan ke
Waerebo pun terpaksa dibatalkan. Dalam sebuah perjalanan kita harus menyiapkan
segala sesuatunya dengan baik dan matang, saat itu saya tidak menyiapkan
perlengkapan dengan baik yang menyebabkan saya sedikit khawatir dalam
perjalanan ini. Namun, hal ini tidak menyurutkan niatku untuk datang ke
Waerebo.
Perjalanan
pun dimulai dengan tujuan desa Denge. Desa terdekat untuk menuju Waerebo yang
masih bisa diakses menggunakan kendaraan. Sampai di desa Denge, jangan harap
anda mendapatkan sinyal hanphone yang bagus. Karena untuk mendapatkan sinyal
hanya ada di beberapa titik tertentu saja.
Berburu Sinyal Handhpone
Setelah beristirahat sejenak di sebuah rumah singgah, kami semua mulai melakukan perjalanan menuju kampung Waerebo. Kampung Waerebo ini adalah kampung yang sangat terisolasi. Lokasinya berada diantara bukit dan lembah yang aksesnya susah. Kami melakukan tracking kurang lebih selama 5 jam. Akses jalan yang didominasi oleh jalan mendaki itu membuat saya beberapa kali ingin menyerah. Namun saya sudah di tengah jalan, kalaupun harus putar balik pun akan sia-sia. Dengan sisa nafas saya lanjutkan perjalanan yang sangat menguras tenaga ini.
Setelah beristirahat sejenak di sebuah rumah singgah, kami semua mulai melakukan perjalanan menuju kampung Waerebo. Kampung Waerebo ini adalah kampung yang sangat terisolasi. Lokasinya berada diantara bukit dan lembah yang aksesnya susah. Kami melakukan tracking kurang lebih selama 5 jam. Akses jalan yang didominasi oleh jalan mendaki itu membuat saya beberapa kali ingin menyerah. Namun saya sudah di tengah jalan, kalaupun harus putar balik pun akan sia-sia. Dengan sisa nafas saya lanjutkan perjalanan yang sangat menguras tenaga ini.
Setelah
perjalanan yang melelahkan ini, akhirnya kami semua sampai di Kampung Waerebo.
Sebuah Kampung diantara bukit dan lembah yang sangat terpencil nan eksotis. Di
sini kami akan menginap satu malam di rumah adat kampung Warebeo yang bernama
Mbaru Niang bersama warga lokal. Mbaru Niang adalah sebuah rumah adat kampung
Waerebo, rumah adat ini memiliki bentuk seperti kerucut yang unik. Kami
disambut oleh salah satu tetua adat di sana, sambil mendengarkan arahan beliau
kami semua dikasih kesempatan untuk mencoba kopi khas Waerebo. Udara dingin
ditemani secangkir kopi, seperti dua kekasih yang tak dapat dipisahkan. Sungguh
nikmat rasanya.
Kampung Waerebo dan keunikan rumah adat serta masyarakatnya. Foto: Elthon
Keesokan harinya, kami semua berkumpul dan mulai berkemas-kemas untuk pulang. Kesempatan perjalanan ke Waerebo ini sungguh akan sulit dilupakan. Sebuah perjalanan yang menguras tenaga, namun akan indah pada waktunya. Flores, sekali lagi kau perlihatkan keindahan dan keunikan pulaumu. Semoga ini adalah bukan kesempatan pertama dan terakhirku untuk menjamah bumi Flores.
Keesokan harinya, kami semua berkumpul dan mulai berkemas-kemas untuk pulang. Kesempatan perjalanan ke Waerebo ini sungguh akan sulit dilupakan. Sebuah perjalanan yang menguras tenaga, namun akan indah pada waktunya. Flores, sekali lagi kau perlihatkan keindahan dan keunikan pulaumu. Semoga ini adalah bukan kesempatan pertama dan terakhirku untuk menjamah bumi Flores.